11 Oktober 2019

Kominfo Akui Buzzer Sebagai Salah Satu Profesi Di Era Digital

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengatakan buzzers adalah salah satu cara untuk menghasilkan uang di era digital. Buzzer dianggap sebagai alat pemasaran.

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informasi Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan profesi buzzer telah secara signifikan mengurangi beban dan pengangguran negara di Indonesia.

“Bel, bayar orang (bel) untuk pekerjaan itu. Sebenarnya Anda tidak bisa menjadi pendukung? Faktanya, pemerintah ingin memberi orang uang. Tapi itu masih tidak bisa melanggar konten,” katanya. oleh Semuel saat ditemui seusai Tata Kelola Internet Indonesia, di Jakarta, Rabu (9/10).

Bagi Semuel, dampak negatif dari media sosial bukanlah buzzer, tetapi konten negatif yang dimainkan buzzer. Pemerintah sendiri terus memantau konten media sosial

“Buzzer diizinkan. Itu tidak melanggar, itu melanggar konten. Yang kami tonton adalah konten,” kata Semuel.

Mulai dari strategi pemasaran, dengungan menjadi strategi untuk mendongkrak profitabilitas dan popularitas tokoh atau partai politik. Bel atau bel, bersembunyi di balik topeng dan bertindak atas namanya sebagai suara publik di media sosial.

Berdasarkan penelitian CIPG, buzzers mulai lahir sekitar kelahiran Twitter pada tahun 2009. Awalnya, buzzers dikembangkan dalam strategi pemasaran untuk mempromosikan produk untuk meningkatkan penjualan.

Fungsi buzzer kemudian berubah pada 2012 ketika pasangan Jokowi-Ahok menggunakan kekuatan media sosial untuk mendorong wacana atau masalah politik.

“Buzzers di negara itu mulai mendapatkan popularitas dalam pemilu Jakarta 2012. Pada saat itu pasangan Jokowi Ahok memenangkan kemenangan dengan menghilangkan” pasukan media sosial “bernama Jasmev, atau Jokowi Ahok Relawan Media Sosial, “kata pengamat media sosial Pratama Persadha kepada CNNIndonesia.com.

Sebelumnya, Universitas Oxford menerbitkan sebuah studi berjudul ‘The Global Disinformation Order 2019 Inventarisasi Global dari Manipulasi Media Sosial yang Terorganisir’ yang dikerjakan oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard.

Berdasarkan penelitian ini, jumlah uang yang diterima buzzers di Indonesia adalah antara Rp1-50 juta. Buzzer di Indonesia juga dianggap berkapasitas rendah karena melibatkan tim kecil dan aktif dalam beberapa saat, seperti pada pemilihan atau referendum.

https://ift.tt/35liEJL
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Facebook Page

TRANSLATE

Translate This Page
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Entri yang Diunggulkan

Keunikan Pulau Kumala, Destinasi Wisata Dekat Ibu Kota Baru

SuaraKaltim.id – Pulau Kumala merupakan salah satu destinasi wisata menarik yang dekat dengan ibu kota baru Nusantara. Pulau Kumala terletak...

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog