Asosiasi Penyedia Telekomunikasi Indonesia (ATSI) siap mendukung regulasi pemblokiran ponsel ilegal atau pasar gelap (BM) melalui mekanisme IMEI yang diresmikan hari ini, Jumat (18/10/2019).
Peraturan tersebut ditandatangani oleh tiga menteri terkait, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi (Kominfo), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan). “Kami akan segera mencari tahu isi peraturan kementerian dan kami siap mendukung implementasinya,” jelas Ketua ATSI Ririek Adriansyah.
Dia mengatakan ATSI tidak menentang kebijakan IMEI. Itu saja, pada satu kesempatan beberapa jam yang lalu, ATSI mengeluhkan besarnya biaya investasi untuk memperoleh mesin identifikasi ponsel IMEI BM atau Equipment Identity Register (EIR). Mesin tersebut dianggap sangat mahal oleh operator seluler.
“Kami belum tahu konten rinci dari peraturan tentang kementerian,” kata Ririek dalam menangani keluhan ATSI tempo hari. Sayangnya, ATSI tidak secara eksplisit menyebutkan jumlah anggaran mesin EIR. Mereka berharap biaya investasi tidak akan sepenuhnya dibebankan kepada operator.
“Seharusnya tidak dibebankan ke operator seluler tetapi dibebankan kepada mereka yang diuntungkan,” jelas Ririek saat itu. Wakil Ketua ATSI Merza Fachys mengatakan pemerintah, pabrikan dan pedagang smartphone legal adalah pihak yang akan mendapat manfaat dari aturan ini. Selain mengeluhkan biaya investasi, ATSI juga memberikan sejumlah rekomendasi.
Salah satunya adalah akuisisi call center untuk mengakomodasi keluhan konsumen terkait IMEI. ATSI mengharapkan call center akan dikembangkan oleh pemerintah, karena itu bukan fungsi utama dan fungsi operator seluler.
“Harus ada pusat panggilan untuk keluhan yang harus ditangani oleh pemerintah, dapatkah Kementerian Komunikasi dan Informasi menjadi Kementerian Perindustrian,” kata Merza.
https://ift.tt/33KgQrN
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.