Pencurian informasi dari kartu kredit dan debit atau dikenal sebagai Skimming ATM adalah risiko yang dapat merampok nasabah perbankan. Pengamat keamanan cyber Vaksin.com Alfons Tanujaya telah mengungkapkan bahwa insiden Skimming ATM dapat bersumber dari dalam ke luar.
Dari dalam, ini berarti bahwa database perbankan bocor dan masif. Sementara dari luar ini berarti Skimming dapat terjadi pada mesin ATM atau Skimming mesin EDC dengan kamera pengintip pin. Skimming ATM dilakukan dengan kloning kartu. “Jika dikloning, kartu harus digesek secara fisik ke perangkat yang biasanya disamarkan,” kata Alfons.
Alfons menambahkan bahwa Skimming dapat dikendalikan dari jarak jauh. Namun, intinya adalah bahwa ada alat Skimming yang terpasang untuk menggesek kartu. Dia menjelaskan bahwa Skimming biasanya kecil dan ramping. Bentuk kecil ini membuat sulit untuk menentukan potensi Skimming di ATM atau EDC.
“Alat pencuri PIN sudah canggih. Jika anda melihat kamera kecil, sepertinya keypad yang ditumpuk di atas keypad asli,” kata Alfons. Dia menekankan bahwa pengguna ATM harus berhati-hati, terutama di lokasi yang tenang.
“Selalu waspada khususnya ATM yang sepi atau mulut ATM yang aneh dan pin pad yang terlalu menonjol,” ungkap Alfons.
Ubah ATM Magnetik Menjadi Chip
Alfons mengungkapkan bahwa masih ada potensi untuk mencegah Skimming dengan menggunakan kartu chip. Karena kartu ATM dienkripsi menggunakan chip data. Enkripsi berarti proses mengamankan informasi dengan membuat informasi tidak dapat dibaca tanpa bantuan kode atau pengetahuan khusus.
“Karena itu, bank harus mengganti teknologi ATM dengan teknologi chip,” kata Alfons.
Dia menambahkan bahwa hingga hari ini kartu rata-rata masih merupakan kombinasi antara chip dan magnetik karena masa transisi. Jadi bank perlu menonaktifkan EDC dan ATM magnetik.
Korban Skimming
Kemarin, seorang nasabah BRI, Pratama Guitarra, menjadi korban oleh Skimming ATM senilai Rp14 juta. Peristiwa dimulai dengan pemindahan uang dari ATM korban pada hari Minggu (8/9).
Sayangnya, kartu tidak masuk dan ATM menolak. Akhirnya, kemarin, Kamis (12/9) Pratama memutuskan untuk menuju ke kantor BRI yang berlokasi di Depok untuk mengganti kartu yang diduga rusak. Setelah memeriksa ATM, ternyata ada mata uang nominal hingga Rp14 juta, yang hilang ke rekening.
“Setelah melihat berapa banyak uang dikurangi, saya akhirnya meminta BRI untuk mencetak mutasi dan mencatat bahwa pada hari Selasa (10/9) ada keberangkatan yang tidak diketahui,” katanya. Pratama menambahkan bahwa jumlah yang ditarik dibagi menjadi dua, dengan Rp10 juta menggunakan ATM bank lain pada Selasa (10/9) dan Rp4 juta menggunakan ATM BRI pada Rabu (11/9). Setelah dipantau, penarikan dana sebesar Rp4 juta ke SPNI Kampial, Bali.
Sampai berita ini dicatat, korban mengungkapkan bahwa BRI sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dilihat dari kasing utama, Alfons memeriksa bahwa dua hal telah terjadi, bahwa kartu telah berhasil dikloning dan bahwa pin ATM telah diidentifikasi.
Alfons menganggap bahwa ATM yang digunakan mungkin masih bersifat magnetis, artinya meskipun ada chip, mereka masih belum 100% bersama. “Logikanya kemungkinan besar bersifat magnetis. Jadi bisa digunakan sebagai sumber Skimming. Atau bisa juga Skimming di tempat lain. Lihat saja sejarah menggunakan kartu korban,” kata Alfons.
Dari sejarah ini, menurut Alfons, sumber Skimming mudah dilacak.
Tanggapan BRI
Menanggapi insiden Skimming ATM BRI, Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Indra Utoyo mengungkapkan bahwa Skimming itu bukan hal baru. “Upaya penjelajahan kejahatan dari waktu ke waktu dan teknologi terus berkembang dan jaringan ini merupakan sindikat internasional,” katanya.
Mengenai transfer kartu kartu ATM, Indra telah menyatakan bahwa BRI menargetkan untuk naik hingga 70 persen. “Target kami tahun ini adalah agar migrasi chip hingga 70 persen dan sisanya diharapkan selesai pada 2020,” simpul Indra.
https://ift.tt/2Q4OTsU
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.