Beberapa investor mengatakan startup teknologi keuangan (fintech) masih akan diminati tahun depan. Namun, investor akan fokus pada satu hal, terutama penggunaannya (usecase).
Mitra Venturra Capital, Raditya Pramana mengatakan fintech menyediakan layanan yang bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah integrasi keuangan di Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan data Google, Temasek dan Bain, ada hampir 92 juta orang Indonesia tanpa rekening bank (tidak dibayar).
Bahkan, ada hampir 47 juta orang yang kurang dapat diakses secara finansial (underbanked). “Ada peluang untuk dicapai (underbanked dan tidak dibayar) melalui internet, fintech,” katanya pada acara Forum Tarintintan Fintech (TFF) 2019 di Jakarta, hari ini (11/12).
Namun, fintech masih fokus di Jawa. Dia melihat potensi untuk bekerja di pasar di wilayah lain sangat besar. Dia mengakui, ada masalah dengan syarat risiko kredit (risiko kredit).
Masalahnya, kata dia, harus dipecahkan jika perusahaan memiliki data terkait dengan segmen sasaran. Dia mencontohkan, e-commerce bisa mendapatkan data transaksi ke pembeli di luar Jawa.
Wawasan dapat menjadi salah satu dasar bagi fintech dalam menentukan apakah akan memberikan pinjaman kepada peminjam. “Padahal, dia tidak bisa mengakses rekening banknya. Tapi kalau transaksinya bisa Rp 2 juta per bulan, kredibel (untuk mendapat pinjaman),” katanya.
Oleh karena itu, investor akan melihat kemampuan fintech – untuk berinvestasi – dalam mengukur risiko kredit. “Kita bisa fokus sendiri,” kata Raditya.
Selama empat tahun terakhir, ia mencatat bahwa fintech di sektor keuangan dan pinjaman adalah yang paling didanai. Saat ini, investor fokus menggunakan layanan (usecase) fintech.
Dia mencontohkan, aplikasi dompet digital bisa digunakan untuk membayar transportasi, layanan e-commerce di dalam game. Jika tingkat penggunaannya tinggi, maka jumlah uang yang dimasukkan ke dalam aplikasi akan besar sehingga potensi transaksi juga akan meningkat.
“Saya pikir yang menarik dalam tiga hingga lima tahun ke depan adalah bahwa membayar pemain fintech adalah penggunaan yang paling jelas. Jadi, orang akan mulai menghasilkan lebih banyak uang. Dua tahun ke belakang, karena diskon dan pemasaran usecase telah meningkat, “katanya.
Hal-hal seperti inilah yang harus dipelajari oleh para investor sebelum berinvestasi di fintech. Selain itu, menurutnya ada banyak sub-bidang fintech yang dapat dieksplorasi oleh pelaku bisnis seperti pinjaman untuk pendidikan, teknologi asuransi (insurtech), mata uang virtual (cryptocurrency), dan banyak lagi.
Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo mengumumkan hal yang sama. “Integrasi digital menyediakan ruang investasi yang baik. Masih banyak investor asing yang mencari Fintech,” katanya.
Kepemilikan rekening bank yang berkembang di Indonesia adalah salah satu yang tercepat di Asia Timur dan Pasifik. Di satu sisi, ada juga banyak pengguna smartphone di negara ini. Ini adalah peluang bagi para pemain fintech.
Laporan Google, Temasek, dan Bain berjudul e-Conomy SEA 2019 menyatakan bahwa dana yang dihimpun oleh startup di ekonomi digital di Asia Tenggara mencapai US $ 7,6 miliar atau sekitar Rp 106,2 triliun setiap Semester I 2019. Sedangkan di Indonesia, investasikan US $ 1,8 miliar atau Rp 23,8 triliun.
Kepala Gabungan, Kelompok Investasi Temasek Rohit Sipahimalani mengatakan pendanaan untuk memasuki sektor ekonomi digital Indonesia didasarkan pada kesepakatan. Jumlah ini sama dalam enam bulan pertama tahun lalu, dari 157 perjanjian.
Di Asia Tenggara, startup di sektor naik dan e-commerce menerima dana paling banyak selama Semester I 2019. Mereka menerima investasi masing-masing US $ 2,5 miliar dan US $ 3,5 miliar. .
Sejak 2016, pendanaan untuk kedua sektor ini adalah yang terbesar. “Tapi jangan lupa fintech. Sektor ini punya banyak pengaruh,” kata Rohit beberapa jam lalu.
https://ift.tt/38oeZfL
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.