Badan Telekomunikasi dan Regulasi Indonesia (BRTI) mengatakan akan menerapkan konsep pemindaian wajah sebagai syarat untuk aktivasi nomor seluler. Konsep ini pertama kali diterapkan di Tiongkok.
Komisaris BRTI Agung Harsoyo mengatakan pemindaian atau sensor wajah akan membuat sistem Pelanggan Warga Negara Indonesia (KYC) Anda lebih baik.
“Apa pun yang membuat KYC lebih baik diimplementasikan. KYC benar-benar mencari sesuatu yang mengidentifikasi orang itu, bukan orang lain atau robot. KYC dapat dengan berbasis teks atau biometrik dengan wajah, sidik jari, dan iris, ”kata Agung. , Selasa (3/12).
Pada prinsipnya, Agung mengatakan bahwa Indonesia juga dapat menerapkan konsep pemindaian wajah sebagai syarat untuk aktivasi nomor seluler.
Dalam penerapannya, Agung mengatakan Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi (Kemenkominfo) akan menghubungi Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri dan operator seluler.
Agung mengatakan Dukcapil adalah otoritas otoritas pada data populasi untuk semua warga negara Indonesia. Dia menjelaskan bahwa Duckapil memiliki data lengkap seperti nama, alamat, tanggal lahir, foto, 10 sidik jari, dan iris.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informasi juga akan berkoordinasi dengan operator seluler untuk menyiapkan sistem validasi data pengguna. Di Cina, pemerintah mewajibkan operator untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memverifikasi identitas pengguna ketika mereka menggunakan nomor telepon baru.
“Jika ini diterapkan, koordinasi tidak hanya operator tetapi juga Dukcapil. Koordinasi dengan Dukcapil adalah pihak yang memverifikasi kebenaran data,” katanya.
Bertentangan dengan Aturan PDP
Agung mengidentifikasi proses verifikasi identitas pengguna dengan pemindaian wajah yang meningkatkan risiko bocornya data pengguna. Di satu sisi, Indonesia masih belum memiliki kebijakan Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang ketat. Rancangan Undang-Undang PDP diputuskan untuk menjadi prioritas untuk Program Legislatif Nasional 2020 Komisi I DPR RI.
Karena itu, Agung mengatakan pemerintah harus mempersiapkan kebijakan PDP untuk mengantisipasi risiko privasi data pengguna.
“Maaf untuk sistem industri kita. Jika kita tidak siap untuk mengharapkan risiko yang dapat dihasilkan dari apa yang kita lakukan sebagai peraturan,” kata Agung.
Agung menuntut agar kebijakan PDP diterapkan terlebih dahulu sebelum menerapkan aktivasi nomor seluler dengan memindai wajah.
Dia kemudian mengatakan China melakukan scan wajah untuk aktivasi karena ada penegakan hukum yang ketat dalam hal ancaman terhadap privasi pengguna.
“Hubungan antara regulator dan pengguna akhir memiliki kontrol lebih besar atas otoritas sistem komunis. Saya pikir mekanisme pelanggarannya bisa sulit,” kata Agung.
Sementara itu, penegakan hukum di Indonesia harus mengikuti dan mengacu pada aturan. Sayangnya aturan mengenai perlindungan data pribadi belum ada di Indonesia.
“Jika kita berbasis, kita harus bertindak, sedangkan hukum yang melindungi masa depan ketika ada kecurangan belum (PDP),” kata Agung.
Operator seluler bersiap
Dalam aplikasi ini, Telkomsel mengatakan operator diharuskan untuk mengikuti arahan pemerintah saja. Telkomsel mengklaim telah mematuhi kebijakan pemerintah.
Dihubungi secara terpisah, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan pemerintah dapat menggunakan biometrik yang dicatat dalam database Dukcapil. Jadi operator tidak perlu melakukan pemindaian wajah.
“Jadi tidak perlu memindai wajah pelanggan di setiap area pendaftaran,” kata Merza.
https://ift.tt/36481dR
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.