Tarif pajak rokok akan meningkat hampir 25 persen pada awal 2020. Kebijakan ini menyatakan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan tarif pajak cukai rokok, yang ditandatangani di tengah-tengah Oktober 2019.
Menanggapi kebijakan tersebut, beberapa pedagang mengklaim mereka hanya bisa pasrah dengan kebijakan pemerintah.
Salah satunya adalah Marsinah, seorang pengusaha kopi di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Dia mengeluh tentang kenaikan harga yang direncanakan dari salah satu penjual terbaik di tokonya.
“Jika rokok naik, yang pasti pembelian akan turun, terutama jika kenaikannya tidak buruk,” kata Marsinah saat mengunjungi tokonya di Jakarta Timur, Senin (28/10).
Marsinah telah mengungkapkan bahwa aktivitas perdagangannya dalam kondisi stabil. Sampai saat ini, produk terlaris adalah filter rokok, yang dijual seharga Rp 19.000.
Lihat juga: Cerutu Meningkat, Klaim Menteri Keuangan Berpikir Tentang Risiko PHK
“Faktanya, masih banyak yang harus dibeli, meskipun di masa lalu mereka telah mengumpulkan Rp1.000-Rp2.000. Dua slop filter selalu habis sehari,” katanya.
Dalam menentukan harga ini, Marsinah biasanya menyediakan sebotol rokok dari agen yang dikenai biaya Rp328.000.
Kemudian, kenaikan tarif cukai serta harga eceran rokok dilakukan, setelah itu diperkirakan bahwa Marsinah akan dipaksa untuk menjual sebungkus rokok andalannya dengan biaya filter Rp 25.750 per bungkus. Membeli perlengkapan dari agen rokok berharga Rp410 ribu per slop.
Dalam kebijakan ini, ia mengakui khawatir bahwa pasokan dan permintaan rokok akan berkurang. Karena, dari semua produk di tokonya, rokok telah menjadi best seller dan memainkan peran utama dalam mempertahankan bisnis di Marsinah.
“Jadi, saya hanya pengusaha kecil, apa lagi yang bisa saya lakukan, sebagian besar saya hanya bisa bergabung dengan pemerintah. Saya hanya takut mengurangi keuntungan,” katanya.
Tidak hanya Marsinah, penjual cerutu lain, Didit Indriawan khawatir bahwa penjualan rokok akan menurun setelah kebijakan diberlakukan.
“Jika itu bisa dilakukan hanya sekali, kenaikannya, terlalu mahal, ketakutan beli berkurang,” kata Didit.
Di sisi lain, Mum tidak setuju ada warung di tempat yang sama. Dia mengatakan tidak peduli dengan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga rokok. Menurutnya, hal itu tidak akan mempengaruhi penjualan rokok di tokonya.
“Saya tidak berpikir terlalu banyak, nama sebatang rokok akan laris manis. Jika terlalu mahal untuk membeli satu bungkus, biasanya tetap saja (membeli unit), ujungnya laris manis,” Mamang menambahkan.
https://ift.tt/2pVrhKE